How’s life people?
For me, day by day, life’s
getting harder.
Pernah gak sih
lo berada diposisi di mana lo ngerasa there is no one who can understand you?
Bahwa gak ada lagi orang yang peduli sama lo, ngerasa bahwa orang-orang bisa
lebih bahagia tanpa lo? Ngerasa kalo semua orang gak lagi tertawa atas semua
lelucon yang lo lontarkan, lalu lama kelamaan mereka meninggalkan lo, membuat
lingkaran baru dan melupakan lo—parahnya mereka tidak merasa bahwa lo ‘pernah’
ada dikehidupan mereka.
Well, it is a very lousy feeling.
Saat perasaan
buruk seperti itu datang, lo bahkan gak mengerti sama diri lo sendiri. Yang bikin tambah parah, lo gak bisa mengontrol emosi lo. Lo berubah menjadi orang yang sangat
sensitif dan unpredictable. Ketika orang berbicara sedikit atau nanya sesuatu
kepada lo, lo marah ke mereka, lo menanggapi mereka dengan emosi. Sehingga orang
itu ‘kesal’ dengan sikap lo dan meninggalkan lo.
Sekarang,
perasaan lo itu bukan lagi sekedar ‘perasaan yang bisa aja salah’. Tapi jadi
kenyataan. Mereka benar-benar meninggalkan lo.
At that point,
yang bisa lo lakukan cuma duduk menyendiri di kamar, matiin lampu, pakai
headset dan mendengarkan beberapa lagu secara acak. Trying to find a word that
can describe how are you now—like empty, or lonely etc. Setelah itu lo googling
lagu yang judulnya mengandung unsur ‘your word’ itu. Dengerin lagunya sambil
baca liriknya, dan berharap lagu itu ‘pas’ sama keadaan lo sekarang ini. Lalu...
lo nangis. Tanpa sebab. Atau mungkin ada penyebabnya, tapi terlalu sulit untuk
dijelaskan.
Sejujurnya,
gue susah untuk menjelaskan perasaan ini. Gue gak tau perasaan apa yang
sebenarnya gue rasain sekarang. But sure, berada diposisi ini sangat
menyakitkan. Rasa sakit itu juga gak bisa dijelaskan seperti apa. Mungkin gue
terlihat enggak sakit, tapi gue merasakan bahwa gue sakit.
Gue sedang
memikirkan sebenarnya apa yang gue rasakan ini. Untuk sekarang ini, gue rasa
yang membuat gue seperti ini adalah rasa kecewa, rasa kesepian, rasa takut, bingung
dan... jenuh.
Gue jenuh atas
semuanya. Jenuh mengalah untuk orang lain. Jenuh melakukan sesuatu yang
sebenarnya gue terpaksa melakukannya. Jenuh merasa membutuhkan seseorang yang
sekarang udah gak membutuhkan gue lagi. Jenuh melakukan sesuatu untuk
seseorang, tapi ketika gue membutuhkan mereka, they suddenly dissapear from me.
Jenuh sama teman yang datang ke gue saat mereka butuh aja. Jenuh sama sifat gue
yang begitu-begitu aja. Jenuh sama zona aman gue.
Kadang, gue
rindu banget sama diri gue yang dulu. Gue rindu perasaan senang ketika gue bisa
menyelesaikan tulisan gue. Gue rindu perasaan ‘iri’—dalam bentuk positif—ketika
mengetahui bahwa buku teman gue yang lain terbit lagi. Rindu masa-masa nulis
sistem kebut demi ngejar deadline lomba. Rindu masa-masa gue ngementorin
anak-anak kir. Rindu sama temen gue yang dulu, yang menghargai gue seperti gue
menghargai dia. Gue rindu percakapan malam-malam yang penuh kesederhanaan dan
lelucon ‘yeah, we’re unfamous people.’
Intinya, gue
capek berkorban, capek ngalah. Capek ketika apa yang udah gue lakukan gak
dihargai dan dilupain bergitu aja.
Gue emang
terlihat pamrih. Gue akui, gue mau berteman seperti arus listrik AC. Bolak-balik.
Gue akan memperlakukan seseorang seperti dia memperlakukan gue.
Bukan kayak
sekarang ini.
Yah kembali
lagi. Gue gak tau apakah perasaan bahwa semua orang meninggalkan gue dan gak
peduli sama gue lagi ini nyata atau cuma perasaan gue doang.
But, if you
ask me, “Are you okay?”
The answer is
no. Not at all.
Ini sama
sekali bukan postingan menghibur, yang perlu dipikirin, yang memberi manfaat, atau
apapun. Ini cuma omong kosong gue.
Dan gue gak
tau kenapa gue menulis ini semua. Jangan pernah tanyakan gue kenapa.
09/02/2014
15:44