Minggu, 09 Februari 2014

--

How’s life people?
For me, day by day, life’s getting harder.

Pernah gak sih lo berada diposisi di mana lo ngerasa there is no one who can understand you? Bahwa gak ada lagi orang yang peduli sama lo, ngerasa bahwa orang-orang bisa lebih bahagia tanpa lo? Ngerasa kalo semua orang gak lagi tertawa atas semua lelucon yang lo lontarkan, lalu lama kelamaan mereka meninggalkan lo, membuat lingkaran baru dan melupakan lo—parahnya mereka tidak merasa bahwa lo ‘pernah’ ada dikehidupan mereka.

Well, it is a very lousy feeling.

Saat perasaan buruk seperti itu datang, lo bahkan gak mengerti sama diri lo sendiri. Yang bikin tambah parah, lo gak bisa mengontrol emosi lo. Lo berubah menjadi orang yang sangat sensitif dan unpredictable. Ketika orang berbicara sedikit atau nanya sesuatu kepada lo, lo marah ke mereka, lo menanggapi mereka dengan emosi. Sehingga orang itu ‘kesal’ dengan sikap lo dan meninggalkan lo.

Sekarang, perasaan lo itu bukan lagi sekedar ‘perasaan yang bisa aja salah’. Tapi jadi kenyataan. Mereka benar-benar meninggalkan lo.

At that point, yang bisa lo lakukan cuma duduk menyendiri di kamar, matiin lampu, pakai headset dan mendengarkan beberapa lagu secara acak. Trying to find a word that can describe how are you now—like empty, or lonely etc. Setelah itu lo googling lagu yang judulnya mengandung unsur ‘your word’ itu. Dengerin lagunya sambil baca liriknya, dan berharap lagu itu ‘pas’ sama keadaan lo sekarang ini. Lalu... lo nangis. Tanpa sebab. Atau mungkin ada penyebabnya, tapi terlalu sulit untuk dijelaskan.

Sejujurnya, gue susah untuk menjelaskan perasaan ini. Gue gak tau perasaan apa yang sebenarnya gue rasain sekarang. But sure, berada diposisi ini sangat menyakitkan. Rasa sakit itu juga gak bisa dijelaskan seperti apa. Mungkin gue terlihat enggak sakit, tapi gue merasakan bahwa gue sakit.

Gue sedang memikirkan sebenarnya apa yang gue rasakan ini. Untuk sekarang ini, gue rasa yang membuat gue seperti ini adalah rasa kecewa, rasa kesepian, rasa takut, bingung dan... jenuh.

Gue jenuh atas semuanya. Jenuh mengalah untuk orang lain. Jenuh melakukan sesuatu yang sebenarnya gue terpaksa melakukannya. Jenuh merasa membutuhkan seseorang yang sekarang udah gak membutuhkan gue lagi. Jenuh melakukan sesuatu untuk seseorang, tapi ketika gue membutuhkan mereka, they suddenly dissapear from me. Jenuh sama teman yang datang ke gue saat mereka butuh aja. Jenuh sama sifat gue yang begitu-begitu aja. Jenuh sama zona aman gue.

Kadang, gue rindu banget sama diri gue yang dulu. Gue rindu perasaan senang ketika gue bisa menyelesaikan tulisan gue. Gue rindu perasaan ‘iri’—dalam bentuk positif—ketika mengetahui bahwa buku teman gue yang lain terbit lagi. Rindu masa-masa nulis sistem kebut demi ngejar deadline lomba. Rindu masa-masa gue ngementorin anak-anak kir. Rindu sama temen gue yang dulu, yang menghargai gue seperti gue menghargai dia. Gue rindu percakapan malam-malam yang penuh kesederhanaan dan lelucon ‘yeah, we’re unfamous people.’

Intinya, gue capek berkorban, capek ngalah. Capek ketika apa yang udah gue lakukan gak dihargai dan dilupain bergitu aja.

Gue emang terlihat pamrih. Gue akui, gue mau berteman seperti arus listrik AC. Bolak-balik. Gue akan memperlakukan seseorang seperti dia memperlakukan gue.

Bukan kayak sekarang ini.

Yah kembali lagi. Gue gak tau apakah perasaan bahwa semua orang meninggalkan gue dan gak peduli sama gue lagi ini nyata atau cuma perasaan gue doang.

But, if you ask me, “Are you okay?”
The answer is no. Not at all.

Ini sama sekali bukan postingan menghibur, yang perlu dipikirin, yang memberi manfaat, atau apapun. Ini cuma omong kosong gue.

Dan gue gak tau kenapa gue menulis ini semua. Jangan pernah tanyakan gue kenapa.



09/02/2014
15:44